Monday, July 8, 2013

MEMPERTANGGUNGJAWABKAN

Menurut sumber yang tidak dipercaya, kata "mempertanggungjawabkan" adalah kata yang paling panjang dan susah untuk dilafalkan. Jangankan dilafalkan, dilakukan pun susah.

Menurut saya , tanggung jawab itu dikategorikan menjadi 2 :

1. Tanggung jawab murni
2. Tanggung jawab pemberian

Tanggung jawab murni adalah tanggung jawab yang gak dioplos minyak tanah. Oke, fokus. Tanggung jawab murni adalah tanggung jawab yang bukan pemberian. Dan tanggung jawab pemberian bukanlah tanggung jawab murni. HA HA HA -_-.

Kasih contoh aja biar jelas, karena menganut sistem nabi saya bahwa menjelaskan sesuatu dengan perumpaan atau contoh itu lebih mudah dimengerti daripada membalikan tangan babon PMS.

Tanggung jawab murni ;
Contoh sederhana adalah menjaga tubuh kita, baik jiwa dan raga. Tuhan udah capek2 bikin konsep manusia, masa kita gak mau menjaga. Menjaga tubuh bisa dengan mandi, kurangi merokok (yang suka ngerokok di ruang ber-AC itu brengsek!! #emosi ) pokoknya hal2 yang berhubungan dengan diri kita sendiri.

Tanggung jawab pemberian ; (sebenernya fokusnya disini sih, yg di atas cuma bridging aja)
Tanggung jawab pemberian adalah tanggung jawab yang diberikan oleh orang lain ke kita secara pribadi atas dasar kemampuan yang kita miliki. Contoh gampangnya adalah PR . Sewaktu kita sekolah kita selalu dihadapkan dengan PR kan. Sebelum ada PR kita pasti udah diterangkan sama guru kita tentang cara menyelesaikan PR itu walaupun dengan soal berbeda, namun konsepnya sama. Nah ini yg dinamakan tanggung jawab pemberian.
Gender mungkin mempengaruhi kuantitas tanggung jawab yang kita terima. Ada yang bilang "Laki-laki itu tanggung jawabnya banyak" - (Susilowati, 52thn). Apa iya? Apa bener? Kalo dipikir2 bener juga. Laki - laki nantinya menjadi kepala keluarga. Menjadi kepala keluarga berarti menafkahi, menjaga, merawat, memberikan pondasi yang kuat buat anggota keluarganya. Perempuan mana sih yang mau sama laki - laki yang gak bisa bertanggung jawab? Gak ada.

Hal sederhana namun penting buat seorang laki - laki yang masih bergantung dengan orang tua, menurut saya adalah tanggung jawab nyelesein studi. Biarpun orang tua gak suka perhitungan tapi kalo diitung-itung, orang tua kita menghabiskan ratusan juta bahkan ada yang sampe miliaran buat nyekolahin kita. Saya dilahirkan dari keluarga yang menengah, serba pas2an. Ibu punya anak 5 dan semuanya sekolah sampe perguruan tinggi. Bisa dibayangkan gimana susahnya orang tua ngebanting tulang buat ngebiayain kami semua. Dari situ saya mulai mikir gimana caranya saya harus nyelesein kuliah secepet2nya. Sialnya, selain keluarga yang pas2an, otak pun ikut pas2an. Saya adalah mahasiswa salah jurusan, ambil teknik Sipil yang notebene butuh skill otak yang ekstra buat nyelesein semua tugas2 di jurusan itu. Bukan salah orang tua yang menyarankan masuk sipil, salah saya juga waktu itu terinspirasi sama film "Jomblo". Sebenernya kalo ditanyain kenapa gak lulus2 bisa ngasih alesan "Iyalah lama, kan gak ada passion di teknik sipil" tapi alesan itu dirasa cukup kampungan dan goblok. Jadi saya gak punya alesan, mau beli alesan juga gak ada yang jual, maka dari itu mending nyelesein walopun terseok2. 

Singkat cerita akhirnya kuliah saya kelar dengan hasil yang pas2an. Setidaknya tanggung jawab saya sebagai anak yang sekolahnya dibiayain orang tua pun dapat diselesaikan. Selanjutnya kerja. 
Apa iya kalo udah lulus kuliah terus kerja bisa disebut laki - laki bertanggung jawab? Jawabannya jelas, BELUM. Seenggaknya mulailah menyelesaikan satu demi satu tanggung jawab yang orang lain percayakan ke kita.

Tanggung jawab bukan misi di video game yang bisa habis kalo kita udah lawan raja di stage terakhir. Tanggung jawab bakal ada sampe kita mati, bahkan ada yang percaya setelah mati kita harus mempertanggungjawabkan apa yang udah kita lakuin di dunia.


CMIIW

No comments:

Post a Comment